Sabtu, 11 September 2010

SEJARAH KERAJAAN BANJAR






Kerajaan Banjar


A. PENDAHULUAN

Kabupaten Banjar dengan Ibukotanya Martapura mempunyai latar belakang sejarah yang sangat penting sebelum menjadi Kabupaten sekarang, dulunya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan banjar.
Kerajaaan Banjar di Kabupaten Banjar di mulai pada tahun 1612, dimasa pemerintahan Sultan Musta’in Billah yang dikenal dengan Pangeran Kecil memindahkan keraton dari Banjarmasin ke Kayu Tangi atau Telok Selong Martapura, karena keraton di Kuwin dihancurkan Belanda. Daerah pusat kerajaan adalah Karang Intan dan Martapura sebagai pusat pemerintahan dan keraton sultan, pada akhir masa pemerintahan Sultan Hidayatullah
B. Terbentuknya Kerajaan Banjar, Raja yang Memerintah dan Susunan Pemerintah.

Kerajaan Islam yang terletak di bagian Selatan Pulau Kalimantan, disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Negara Daha.
Kata Banjarmasin merupakan paduan dari dua kata, Bandar dan Masih, berasal dari nama seorang Perdana Menteri Kerajaan Banjar yang cakap dan berwibawa serta mempunyai pandangan yang jauh ke depan untuk menjadikan Kerajaan Banjar Sebuah Kabupaten Banjar dengan Ibukotanya Martapura mempunyai latar belakang sejarah yang sangat penting sebelum menjadi Kabupaten sekarang, dulunya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Banjar.
Kerajaan Banjar di Kabupaten banjar dimulai pada tahun 1612, di masa pemerintahan Sultan Mustain Billah yang dikenal dengan Pangeran Kecil memindahkan keraton dari Banjarmasin ke Kayutangi atau Telok Selong dengan pusat pemerintahan di Kuin Banjarmasin.

RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH

1. SULTAN SURIANSYAH
Sultan Suriansyah adalah Raja Banjar ke-9 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-1 di zaman Islam. Beliau sebelumnya bergelar Pangeran Raja Samudera bin Pangeran Tumenggung bergelar Batu Habang, Sultan Banjar yang pertama sekali memeluk agama Islam.
Beliau di-Islamkan oleh Khatib Dayan, utusan dari Sunan Giri dan Demak di Jawa. Tercatat pula disini berdirinya Mesjid yang pertama di Kalimantan yaitu Mesjid yang ada di Kuin Banjarmasin.
Sultan Suriansyah memerintahkan sejak tahun (1526-1545 M), selama kurang lebih 25 tahun. Adapun pusat Kerajaan atau Kesultanan di Kuin Banjarmasin dan selama memerintah beliau didampingi oleh Patih Masih.
Tercatat pula disini terjadinya Perang Bungur antara Sultan Suriansyah dengan paman beliau sendiri, yang akhirnya paman beliau menyerahkan kekuasaan tanpa syarat. Setelah wafat di makamkan di Kampung Kuin Banjarmasin.
Sultan Suriansyah merupakan tokoh amat penting dalam sejarah Islam di Kalimantan. Beliau merupakan Sultan pertama dari dua belas Sultan yang memerintah Kesultanan Banjar dan mempunyai banyak gelar , diantarnya : Panembahan Batu Putih, Panembahan Batu Hirang dan Panembahan marhum.
Pusat pemerintahannya yang semula berpusat di Banjarmasin dipindahkan ke Kayutangi Telok Selong, Martapura pada tahun 1612. Masa pemerintahan Sultan Suriansyah merupakan babakan baru bagi penyiaran dan perkembangan Islam di Kalimantan.

2. SULTAN RAHMATULLAH
Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah memerintah sejak tahun 1545-1570 M selama kurang lebih 22 tahun. Beliau adalah Raja Banjar ke-10 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-2 menurut zaman Islam, beliau juga bergelar Panembahan Batu Putih.
Dalam pemerintahan beliau berdasarkan Islam yang mengutamakan di bidang pertanian dan mengadakan hubungan dengan luar daerah, karena pada waktu itu bahwa ibukota Kerajaan kian bertambah ramai dengan para pedagang dari segenap bangsa juga dari luar kepulauan, berdatangan ke ibukota kerajaan. Beliau wafat dan dimakamkan di Kampung Kuin Banjarmasin. Sultan Rahmatullah mempunyai saudara ada 3 orang yaitu :
1. Pangeran Tengah di Amandit
2. Pangeran Tibaran di Riam Atas Martapura
3. Pangeran Sirapandji di Kalimantan Tengah


3. SULTAN HIDAYATULLAH
Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah adalah Raja Banjar ke 11 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-3 zaman Islam., beliau memegang kekuasaan pemerintahan menggantikan ayahnya Sultan Rahmatullah. Beliau memerintah dari tahun 1570-1595 M. Selama kurang lebih 8 tahun, sedangkan pusat pemerintahan atau kerajaan tetap di Kuin Banjarmasin.
Dalam menjalankan pemerintahan beliau sangat keras dalam mengembangkan ajaran agama islam, pelaksanaan pemerintahan berdasarkan hukum islam apabila rakyat tidak sembahyang Jum’at dengan sengaja, maka dihukum rendam ke dalam air, selama kurang lebih satu jam.
Beliau wafat dan dimakamkan di kampung Kuin Banjarmasin, beliau mempunyai saudara sebanyak 2 orang yaitu :
1. Pangeran Demang
2. Raden Zakaria
Sultan Hidayatullah juga mempunyai gelar sebagai Panembahan Batu Hirang.

4. SULTAN MUSTA’INBILLAH
Sultan Musta’inbillah bin Sultan Hidayatullah adalah Raja banjar ke 12 zaman Hindu atau Sultan banjar ke-4 zaman Islam.
Beliau bergelar Maruhum Panembahan , atau Pangeran Kacil memerintah sejak tahun 1595-1620 M, selama kurang lebih 28 tahun.
Pada tahun 1630 sebelum Panembahan Sultan Musta’inbillah, telah terjadi kebakaran besar di Banjarmasin (Bandarmasih) dan pusat pemerintahan kesultanan di Banjarmasin di pindahkan ke Pamakuan Sungai Tabuk karena datangnya serangan-serangan dari pihak Kompeni Belanda. Kemudian pusat pemerintahan dipindahkan pula ke Batang Mangapan atau Muara Tambangan, sekarang Kayu Tangi Dalam Pagar Martapura.
Pada zaman Sultan Musta’inbillah, tercatat pula para punggawa sebagai pembantu beliau yaitu:
1. Kiai Wangsa
2. Kiai Wirya
3. Kiai Kandurun
4. Kiai Djajabaya
5. Kiai Lurah Satun
6. Gindu Aji
7. Gindu Mui
8. Gindu Bahar/Mahar
9. Kiai Martasura
10. Kiai Wirayuda
Cucu Sultan Musta’inbillah ialah Puteri Gelang, yang dikawinkan dengan cucu Sultan Hidayatullah yaitu Dipati Ngandingan, dan Dipati Ngandingan dikawinkan pula dengan cucu Haji Tunggal yang dijemput di Pasir dan Dipati Ngandingan ditugaskan memerintah di Kotawaringin.
Pada zaman tersebut tercatat tenggelamnya 4 buah kapal Kompeni Belanda, dan Pertahanan Kesultanan terkenal mulai Pemakuan Batang Mangapan/Muara Tambangan Dalam Pagar, Kayu Tangi Martapura.
Adapun saudara-saudara Sultan Musta’inbillah yaitu :
1. Pangeran Antakesuma
2. Ratu Bagus (Aninullah Bagus Kesuma)
3. Pangeran Ranggo Kesuma.
Beliau wafat dimakamkan di Martapura

5. SULTAN INAYATULLAH
Sultan Inayatullah bin Sultan musta’inbillah adalah Raja Banjar ke-13 (zaman Hindu) atau Sultan Banjar ke 5 (zaman Islam). Beliau bergelar Ratu Agung Pangeran Dipati Tuha memerintah sejka tahun 1620-1637 M selama kurang lebih 7 tahun.
Pusat kerajaan tetap berada di Muara Tambangan Dalam Pagar Kayu Tangi Martapura, selama pemerintah Sultan Inayatullah serangan-serangan pihak Kompeni Belanda masih terjadi di luar pusat kerajaan. Tercatat sebagai Mangkubumi adalah Tumenggung Raksa Negara, dan sebagai Punggawa adalah Pangeran Perbatasari dan Kiai Warang Baja.
Pemerintahannya sebagaimana pemerintahan Sultan-Sultan sebelumnya yakni berdasarkan Hukum Syariat Islam. Sultan Inayatullah ini mempunyai anak dari tiga orang isteri, masing-masing:
a. Dari isteri beliau orang Banjar melahirkan Ratu Anum, kemudian setelah menjadi Raja bergelar Sultan Sa’idullah.
b. Dari isteri beliau orang Jawa melahirkan Adipati Halid dan disebut pula dengan Pangeran Tapesana.
c. Dari isteri beliau orang Dayak melahirkan Pengeran Surianata atau yang disebut dengan Pangeran Adipati Anum.
Beliau wafat dan dimakamkan di Martapura.

6. SULTAN SA’IDULLAH
Sultan Sa’idullah bin Sultan Inayatullah adalah Raja Banjar ke-14 (zaman Hindu) atau Sultan Banjar ke-6 (zaman Islam).
Beliau bergelar Ratu Anom Panembahan Batu ke I, memerintah sejak tahun 1642-1660 M, selama kurang lebih 15 tahun lamanya. Dalam pemerintahannya banyak dilaksanakan oleh Wazir, bersama Patih Panggawa, karena Sultan ini hanya memperhatikan dan suka beribadah saja. Dalam pemerintahannya ini saudaranya yang bernama Adipati Halid menjabat sebagai Mangkubumi dan bergelar Pangeran Mangkubumi.
Sultan Sa’idullah mempunyai saudara sebanyak 2 orang, yaitu :
1. Ratu Lamak
2. Ratu Bagawan
Dan beliau juga mempunyai anak laki-laki bernama Aminullah Bagus Kesuma.
Saudara beliau yang pertama ; Ratu Lamak mempunyai seorang anak yaitu bernama Ratu Agung yang menjadi Raja di Negara. Saudara beliau yang kedua Ratu Begawan menjadi Sultan Kotawaringin. Sultan Sa’idullah wafat setelah lima tahun memerintah dan dimakamkan di Martapura.

7. SULTAN TAHLILULLAH
Sultan Tahlilullah bin Sultan Sa’idullah adalah Raja Banjar ke-15 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-7 menurut zaman Islam. Beliau bergelar Pangeran Dipati Tapasana atau Panembahan Tengah. Beliau memerintah sejak tahun 1700-1745 M selama kurang lebih 45 tahun.
 Sultan Tahlilullah meninggal dunia (wafat) pada tahun 1745 M dan Kesultanan Banjar berikutnya langsung digantikan oleh anak beliau yang tertua yaitu Sultan Tahmidullah sedangkan anak beliau seluruhnya ada 4 (empat) orang yaitu :
1. Sultan Tahmidullah
2. Sultan Tamjidillah
3. Panembahan Hirang
4. Pangeran Dipati
Diantara usaha Sultan Tahlilullah yang paling menonjol ialah memberangkatkan Muhammad Arsyad (M.Arsyad Al-Banjari) ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu atas biaya dari kerajaan. Muhammad Arsyad tinggal di istana dan dibesarkan sebagai putera angkat Sultan Tahlilullah sejak ia berusia 7 tahun. Selama menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah (sekitar 30 tahun) ia telah menimba banyak ilmu bahkan ia dipromosikan menjadi maha guru dalam bidang hukum yang beraliran Mazhab Syafi’I oleh salah seorang gurunya yang terkenal yaitu Syekh Ataillah.
Pada tahun 1772 Muhammad Arsyad kembali ke Kalimantan disaksikan oleh Sultan Tamjidillah. Ia kemudian bergelar Maulana Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari. Ia hidup dalam masa pemerintahan tiga sultan, yaitu Sultan Tamjidillah, Sultan Tahmidillah (memerintah 1778-1808) dan Sultan Sulaiman. Kehadiran Syekh Muhammad Arsyad Al- Banjari ini membawa sinar yang lebih terang dalam syiar Islamm di Kalimantan dengan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat di wilayah ini.
Pada pemerintahan Sultan Tahmidillah, Syekh Muhammad Arsyad diangkat sebagai Musytasyar kerajaan (Mufti Besar Negara Kalimantan) untuk mendampingi Sultan dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari, dan beliaulah orang yang pertama menyusun organisasi Mahkamah Syariah dan Kadi-Kadi Pengadilan seluruh Kesultanan.

8. SULTAN TAHMIDULLAH
Sultan Tahmidullah bin Sultan Tahlilulllah adalah Raja Banjar ke-17 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-9 di zaman Islam. Sultan Tahmidullah bergelar Panembahan Kuning memerintah sejak 1745 dan dan berakhir pada tahun 1745 itu pula. Beliau tidak lama menduduki tahta Kesultanan, karena kemudian beliau wafat dan dimakamkan di Kampung Dalam Pagar Martapura.
Pengganti Sultan Tahmidullah adalah Sultan Kuning, namun dalam tahun itu juga Sultan Kuning wafat, sedangkan anak beliau bernama Muhammad Aliuddin masih belum masih belum dewasa, maka Pangeran Tamjid yang Mangkubumi dengan gelar Sultan Muda memegang pemerintahan.

9. SULTAN TAMJIDILLAH
Sultan Tamjidillah bin Sultan Tahlilullah adalah Raja Banjar ke-17 (zaman Hindu) atau Sultan Banjar ke-9 (zaman Islam). Sultan Tamjidillah bergelar Sultan Sepuh atau Panembahan Batu ke IV yang memerintah sejak tahun 1745-1778 selama kurang lebih 33 tahun.
Dalam pemerintahan beliau, Kerajaan mendapat kemajuan terutama dalam bidang perdagangan, agama Islam dikembangkan ke daerah-daerah.
Sultan Tamjidillah membangun istana serta memindahkan pusat pemerintahan ke Keraton Martapura, yang sekarang Jalan Mesjid/Jalan Demang Lehman, pendopo serta balairungnya bertepatan mulai bekas Kantor Pos sampai ke Lapangan Bumi Selamat yang sekarang bernama Cahaya Bumi Selamat. Selain itu beliau membangun pula Mesjid lama di Desa Pasayangan di muka Pondok Pesantren Darussalam. Namun sekarang keadaan Mesjid serta Istana tersebut telah dibumihanguskan oleh Kompeni Belanda pada waktu Perang Banjar di zaman Pangeran Hidayatullah.
Pada waktu itu bertepatan pula dengan terjadinya peristiwa dihukum gantungnya Panglima Demang Lehman dan Pahlawan lainnya di Alun-Alun (Lapangan Bumi Selamat/CBS sekarang) oleh Kompeni Belanda.
Sultan Tamjidillah ini mempunyai anak perempuan dan ia dikawinkan dengan Pangeran Muhammad Aliuddin bin Sultan Kuning, dan beliau juga mempunyai anak laki-laki yaitu Pangeran Nata Dilaga.
Setelah dilihat oleh Pangeran Aliuddin bahwa Sultan Tamjidillah (paman/mertuanya) tidak ada keinginan menyerahkan kekuasaan Kerajaan kepadanya, maka ia lari ke Tabanio. Kemudian dalam tahun 1759 M, ia datang kepada Sultan Tamjidillah untuk menjemput isteri dan anaknya, sekaligus mengambil kekuasaan Kerajaan.

10. SULTAN TAHMIDILLAH
Sultan Tahmidillah bin Sultan Tamjidillah adalah Raja Banjar ke-18 (zaman Hindu) atau Sultan Banjar ke-10 (zaman Islam). Beliau bergelar Panembahan Batuah ke V yang memerintah sejak tahun 1778-1808 M, selama kurang lebih 30 tahun lamanya. Sedangkan pusat pemerintahan tetap berada di Keraton Martapura. Selama pemerintahan Sultan Tahmidillah Kerajaan mendapat kemajuan yang pesat. Perdagangan menjadi maju sehingga banyak pedagang-pedagang dari luar yang datang untuk membeli hasil lada dan lain-lainnya.
Sultan Tahmidillah mempunyai saudara 8 orang yaitu :
a. Pangeran Mangku Dilaga
b. Pangeran Mangku Negara
c. Ratu Kesuma Yuda
d. Pangeran Prabu Anom
e. Puteri Sara
f. Pangeran Isa
g. Pangeran Toha
h. Pangeran Berahim
Sejak Sultan Tamjidillah dan Sultan Tahmidillah sebagai Sultan Banjar ke-9 dan ke-10, keberadaannya tidak diakui oleh pemerintah Kolonial Belanda.

11. SULTAN SULAIMAN RAHMATULLAH
Sultan Sulaiman bin Sultan Tahmidillah adalah Raja Banjar ke-19 menurut zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-11 menurut zaman Islam.
Sultan Sulaiman memerintah sejak tahun 1808-1825 M, selama kurang lebih 17 tahun. Kesultanan Sulaiman juga tidak diakui oleh Belanda sebagai Sultan Banjar 11. Malah pihak Belanda memaksa beliau untuk menebus perjanjian antara Wiranata (Sultan Sulaiman Saidullah) dengan Belanda.
Pusat pemerintahan atau Keraton Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan beliau dipindahkan ke Karang Anyar Karang Intan, Kabupaten Banjar.
Pemerintahan beliau sangat adil, ramah tamah terhadap rakyatnya, sehingga rakyat mencintai dan mentaati segala perintahnya. Rakyat diserukan seluruhnya agar rajin melaksanakan ibadah kepada Tuhan.
Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1825 M dan dimakamkan di Karang Intan. Sultan Sulaiman mempunyai 15 orang saudara yaitu :
a. Pangeran Muhammad
b. Ratu Asnael
c. Pangeran Nata
d. Gusti Daud
e. Ratu Ishaq
f. Ratu Salamah
g. Ratu Siti Aermas
h. Ratu Mahmud
i. Ratu Muhiddin
j. Ratu Tapa
k. Ratu Padjang
l. Ratu Halimah
m. Gusti Halimah
n. Ratu Nata Kesuma
o. Ratus Animah

12. SULTAN ADAM ALWASIQUBILLAH
Sultan Adam Alwasiqubillah lahir pada tahun 1786 di bumi Karang Anyar Karang Intan Kabupaten Banjar.
Beliau memerintah dari tahun 1825-1857 selama kurang lebih 32 tahun. Beliau adalah Raja Banjar ke-20 zaman Hindu atau Sultan Banjar ke-12 zaman Islam.
Sultan Adam adalah Putera pertama yang tertua dari putera Sultan Sulaiman Rahmatullah, sedangkan ibu beliau bernama Ratu Intan Sari.
Adapun saudara-saudara beliau yang seibu sebapak sebanyak 15 orang. Pemerintahan Sultan Adam yang lamanya kurang lebih 32 tahun tersbeut hanya 25 tahun saja berjalan dengan aman dan lancar.
Dalam pemerintahan Sultan Adam pada waktu mulai diusik oleh Belanda, tetapi belum secara terang-terangan, namun lama kelamaan akhirnya secara berangsur-angsur pemerintah Belanda turut campur tangan daam urusan Kesultanan Banjar, antara lain pemerintah Belanda menghendaki agar Sultan Adam menunjuk penggantinya sesuai dengan cara yang dikehendaki Belanda, dengan alasan agar hubungan antara Kerajaan Banjar dengan pihak Belanda lancar. Tetapi Sultan Adam tidak menyetujuinya karena beliau telah mengetahui lebih dahulu bahwa hal itu adalah siasat licik Belanda untuk memecah belah keluarga Kesultanan secara turun temurun nantinya.
Dalam mengatasi masalah tersebut agar tidak terjadi perebutan kekuasaan diantara sesama keluarga Kesultanan maka langkah yang diambil oleh Sultan Adam adalah dengan cara menunjuk cucu beliau sendiri yaitu Pangeran Hidayatullah sebagai pengganti beliau untuk menjadi Sultan Banjar.
Pusat pemerintahan dan istana kerajaan Sultan Adam berpindah-pindah dari Keraton Sasaran dan Pesayangan jalan Demang Lehman Martapura sekarang. Bekas-bekas istana, sitilohor (pendopo), benteng dan balai pengamanannya di kelilingi oleh ribuan tonggak balok kayu ulin, halaman tempat terpancangnya tiang bendera kerajaan, kini telah ditempati oleh lokasi penginapan Abadi, Asrama Kal-Tim, bekas Kantor Radio Al-Qaromah, bekas Kantor Pos, Pasar Thaybah, Pasar Batuah dan lapangan Bumi Selamat sekitarnya yang sekarang jadi lapangan Cahaya Bumi Selamat.
Dalam pemerintahan Sultan Adam ini dapat pula terbentuknya Undang-Undang dalam peradilan, yang berhubungan dengan agama Islam, diantaranya tentang perkawinan, hak tanah dan lain-lain yang terkenal dengan nama Undang-Undang Sultan Adam.
Sultan Adam wafat pada tahun 1857 M pada hari Ahad tanggal 14 Rabiul Awal 1274 H dan dimakamkan di Kampung Jawa Martapura.
Pada tahun 1825 Sultan Adam naik tahta kerajaan Banjar, dibawah pemerintahan Sultan , putera mahkota diangkat sebagai Sultan Muda menjadi pembantunya selain dari Mangkubumi. Karena itu putera mahkota Abdurrahman diangkat menjadi Sultan Muda. Pengangkatan ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan putera mahkota baik dalam pemerintahan maupun dalam bidang keuangan sehingga kalau Sultan meninggal tidak ada lagi orang yang dapat menjatuhkan putera mahkota.
Dengan Sultan Adam oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1826 diadakan sebuah kontrak baru yang ternyata bertahan sampai runtuhnya Kerajaan Banjar 1860, yang menyatakan sebagai berikut :
a. Pemilihan atas penetapan putera mahkota harus disetujui oleh Pemerintah Hindia Belanda. Demikian pula penunjukan Perdana Menteri yang bertugas melaksanakan perintah Sultan atas seluruh daerah Kerajaan Banjar;
b. Tidak ada satu wilayah pun yang diperintah Sultan bisa diserahkan kepada pihak lain tanpa seizin Gubernemen;
c. Sultan, anak-anaknya dan keluarga tidak diizinkan menerima surat atau duta dari negara-negara asing, raja-raja lain atau mengirimkannya kepada mereka tanpa izin atau memberitahu sebelumnya kepada Residen;
d. Mangkubumi dan orang-orang Banjar yang tinggal di daerah Sultan di Banjarmasin atau di tempat lain, apabila berbuat kejahatan terhadap pemerintah Belanda atau pegawainya akan dihukum oleh pengadilan yang didirikan Sultan dan Gubernemen wilayah Banjarmasin.
e. Semua orang Banjar yang tinggal dalam wilayah Kerajaan Banjar akan diadili oleh Pengadilan yang diatur oleh Kerajaan Banjar sendiri. Semua hukuman yang merusak anggota badan misalnya memotong tangan, dan sebagainya dihapuskan;
f. Tiap orang diizinkan berdagang dan Raja mempunyai hak untuk megadakan cukai dan pajak yang adil, dan lain sebagainya.

Dalam kontrak ini terdapat sejumlah pasal yang jelas, serta bertentangan dengan adat kerajaan dan merusaknya. Sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat yang luar biasa, seperti penunjukan Putera Mahkota, penunjukan Mangkubumi, penerimaan surat dari negara atau raja lain atau sebaliknya sebagai negara berkurang kedaulatannya.
Sultan Sulaiman mengawinkan cucunya Sultan Muda Abdurrahman dengan Ratu Antasari, adik Pangeran Antasari. Perkawinan ini bertujuan agar keturunan Sultan Tahmidillah dapat didamaikan dengan keturunan Tamjidillah. Memang sejak tahun 1787 dengan dibuangnya Pangeran Amir, tahta kerajaan Banjar di rampas oleh keturunan Pangeran Tamjidillah. Supaya hak atas tahta itu turun-temurun jatuh ke dalam tangan keluarganya, Kerajaan Banjar diserahkan kepada Belanda tahun 1787 dan Belanda kemudian menyerahkan kembali tahta itu untuk diperintah kembali oleh keturunan oleh keturunan Tamjidillah di bawah perlindungan Belanda.
Untuk menghilangkan perselisihan antara kedua keluarga ini, maka Sultan Muda Abdurrahman dikawinkan dengan adik Pangeran Antasari. Namun sayangnya isterinya ini kemudian meninggal. Dalam tahun 1817 itu pula lahir seorang anak laki-laki dari selir Sultan Muda Abdurrahman yang seorang keturunan Cina dari kampung Pacinan yang bernama Nyai Aminah.


13. SULTAN MUDA ABDURRAHMAN
Dalam sejarah Kesultanan Banjar , Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Alwasiqubillah tidak sempat menduduki tahta kerajaan, karena sewaktu beliau meninggal (wafat) pada tahun 1852, tahta kerajaan pada waktu itu masih dipegang oleh Sultan Adam. Namun beliau sudah dikukuhkan oleh orang tua beliau sebagai Sultan Muda, yang kelak akan menggantikan beliau untuk menduduki tahta kerajaan, hanya karena umur beliau yang tidak panjang sehingga hal itu tidak dapat terlaksana.
Beliau mempunyai saudara sebanyak 10 orang dan dua orang isteri, yang tiap isteri tersebut melahirkan anak masing-masing 1 orang. Adapun isteri beliau yang pertama bernama Nyai Aminah (keturunan Cina), yang melahirkan anak bernama Pangeran Tamdjidillah, sedangkan isteri beliau yang kedua yaitu Ratu Siti bin Pangeran Mangkubumi Nata, yang melahirkan anak bernama Sultan Hidayatullah (Pencetus Perang Banjar).
Anak beliau dari isteri yang pertama, Pangeran Tamdjidillah telah diangkat oleh pihak Kompeni Belanda sebagai Raja, berbarengan dengan penunjukkan Pangeran Hiayatullah oleh Sultan Adam untuk menduduki tahta kerajaan.
Sejak saat itu sekitar tahun 1857-1859 M Kerajaan Banjar bergolak, karena keberhasian Belanda mengangkat Pangeran Tamdjidillah menjadi Raja Banjar yang dibantu oleh Angkatan Perang Belanda untuk meruntuhkan kekuasaan Pangeran Hidayat, karena itu pada tahun 1859 M, meletuskan Perang Banjar yang digerakkan oleh Pangeran Antasari bin Pangeran Mas’ud bin Pangeran Amir bin Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Kuning bin Amirullah Bagus Kesuma (Sultan Tahlil) hingga berakhir pada 5 Oktober 1905 M.
Sultan Muda Abdurrahman wafat dan dimakamkan di Kampung Pesayangan Martapura. Adapun saudara Sultan Muda Abdurrahman tersebut berjumlah 10 orang, yaitu :
a. Ratu Serip Husin Darma Kesuma
b. Ratu Serip Kesuma Negara
c. Ratu Serip Abdullah Nata Kesuma
d. Pangeran Asmail
e. Pangeran Nuh Ratu Anom Mangkubumi Kencana
f. Pangeran Prabu Anom
g. Pangeran Suria Mataram
h. Ratu Djantera Kesuma
i. Pangeran Nasaruddin
j. Ratu Idjah



C. Keraton Bumi Kencana di Martapura dan Susunan Pemerintahan

Pada abad ke-17 kerajaan Banjar terkenal sebagai penghasil lada. Pedagang-pedagang Banjar melakukan aktifitas di Banten sekitar tahun 1959. pada waktu itu 2 (dua) buah jukung (kapal) banjar dirampok oleh kompeni.
Disamping itu Belanda berusaha melakukan hubungan dagang dengan kerajaan Banjar, dengan mengirimkan utusan pada tahun 1607, tidak mendapat sambutan dengan baik. Terjadi petentangan yang mengakibatkan terbunuhnya seluruh utusan Belanda tersebut.
Pada tahu 1612 Belanda mengadakan pembalasan dengan menyerbu, menembak dan mmembakar Keraton Banjar di Kuin Banjarmasin. Pada waktu itu Kerajaan Banjar diperintah oleh Raja yang ke-4, yaitu Sultan Musata’in Billah dengan gelar Marhum Panembahan (1959-1620). Beliau akhirnya memindahkan pusat pemerintahan dari Kuin ke Martapura. Perpindahan ini tidak dilakukan langsung ke Martapuratapi secara berangsur-angsur dari Kuin ke Muara Tambangan, Batang Banyu, Kayu Tangi sampai Martapura.
Di Martapura pemerintahan berlanjut sampai Pemerintahan Sultan Inayatullah dan Sultan Sa’idullah (Ratu Anum). Sultan Sa’idullah seorang yang beribadat dan ingin berkonsentrasi di bidang agama.
Pemerintahan kemudian diserahkan kepada saudaranya dari ibu orang Jawa bernama Adipati Halid (Pangeran Ratu = pangeran Tapesana), karena anak Sultan Sa’idullah bernama Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa.
Pada waktu itulah terjadi pemberontakan oleh salah seorang saudara Adipati Halid dati ibu orang Biaju bernama Adipati Anum (Pangeran Surianata). Pemberontakan diakhiri dengan kesepakatan Adipati Halid tetap bertahta di Martapura dan Adipati Anum di Banjarmasin. Tahun 1666 Adipati Halid meninggal, Amirullah Bagus Kesuma naik tahta dan terjadi revolusi istana melawan pamannya pangeran Surianata di Banjarmasin.
Pangeran Suriantan mati terbunuh dalam perjalanan dari ibukota kembali ke Keraton Bumi Kencana Martapura. Hal ini berlanjut sampai pemerintahan Sultan Hamidullah, Sultan Tamjid, Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah, Sultan Nata Dilaga, Sultan Sulaiman, dan Sultan Adam.
Pada waktu pemerintahan Sultan Adam (1825-1857) beliau menempati istana di Sungai Mesa (Banjarmasin) dengan permaisuri yang bernama Nyai Ratu Komala Sari. Di saat beliau sakit dibawa ke Martapura dan meninggal di sana.
Pada waktu pemerintahan Sultan Tamjid (dinobatkan di Bumi Kencana) beliau berkedudukan di Sungai Mesa banjarmasin sampai turun tahta pada tanggal 25 Juni 1859.

SUSUNAN PEMERINTAHAN

Susunan pemerintahan Kerajaan Banjar yang disebutkan terdahulu mengalami perubahan khususnya pada masa pemerintahan Sultan Adam Alwasiqubillah. Perubahan tersebut meliputi :
1. Radja :
Sultan – Panembahan

2. Mangkubumi :
Anggota di bawah mangkubumi adalah :
Panganan-Pangiwa-Manteri Bumi dan 40 orang Manteri Sikap

3. Mufti :
Hakim tertinggi, pengawas pengadilan umum

4. Qadi :
Kepala urusan hukum agama Islam

5. Penghulu :
Hakim rendah

6. Lurah :
Langsung sebagai pembantu lalawangan dan mengamati pekerjaan beberapa orang, pembakal (kepala kampung) di bantu oleh Khalifah, Bilal dan Kaum.

7. Pembakal :
Kepala kampung yang menguasai beberapa anak kampung

8. Mantri :
Pangkat kehormatan untuk orang-orang terkemuka dan berjasa, diantaranya ada yang menjadi kepala desa dalam wilayah yang sama dengan lalawangan.

9. Tatuha Kampung :
Orang yang terkemuka di kampung

10. Panakawanan :
Segala macam pajak dan kewajiban

11. Sarawasa, Sarabuana, SaraBadja :
Kuasa di seluruh Pedalaman (Keraton)

12. Mandung dan Pasa Juda :
Kepala Balai Rongsari dan Bangsal

13. Mamagar Sari :
Penggapit Raja duduk di Sitilohor.

14. Pariwala, dan Singataka :
Kuasa dalam urusan dan pakan (pasar)

15. Sarageni dan Saradip :
Kuasa dalam urusan alat senjata

16. Puspa Wana :
Kuasa dalam urusan tanaman, perhutanan, perikanan, peternakan, dan berburu.

17. Karang Adji dan Nanang :
Ketua Balai Petani mendapat kehormatan sejajar dengan Raja sebagai pahlawan turunan bangsawan.

18. Warga Sari :
Pengurus besar tentang persediaan bahan makanan.

19. Anggamarta :
Juru Bandar (urusan pelabuhan)

20. Astaprana :
Juru Tabuhan-tabuhan kesenian dan kesusasteraan.

21. Kaum Mangumbara :
Kepala Pengurus Upacara

22. Wiramarta :
Manteri Dagang

23. Budjangga :
Kepala dalam urusan bangunan-bangunan rumah dan Agama.

24. Singabana :
Kepala Ketentraman Umum.


D. PENUTUP

Kerajaan Banjar sebagai Kerajaan Islam keberadaannya mempunyai 2 (dua) pusat pemerintahan yaitu Kuin di Banjarmasin dan Bumi Kencana Martapura.
Pada waktu pusat pemerintahan di Martapura kerajaan bercorak kerajaan Islam ini sangat berkembang pesat. Di Martapura (Lok Gabang) tempat lahir seorang ulama besar Syech Muhammad Arsyad AlBanjari (1710-1812) yang lebih dikenal dengan sebutan datu Kalampaian. Beliau mengarang sebuah bermacam-macam kitab sebagai penuntun umat. Kitab yang sangat terkenal adalah Sabilal Muhtadin dicetak di Mekkah, Istambul, dan Qairo. Tersebar ke wilayah Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Brunei, Kampuchea, Vietnam, dan Laos.
Beliau lahir pada masa pemerintahan Sultan Hamidullah (1700-1734) disekolahkan dan dibiayai oleh Sultan Tamjidillah (1734-1759) ke Mekkah selama 30 tahun, kemudian kembali ke kerajaan pada waktu pemerintahan Sultan Nata Dilaga atau Sultan Tahmidillah (1801-1825).
Pada waktu pemerintahan Sultan Adam Alwasiqubillah telah dibuat untuk pertama kalinya ketetapan hukum tertulis dalam menerapkan hukum Islam di Kerajaan Banjar yang dikenal dengan Undang-Undang Sultan Adam.
Dari beberapa sumber disebutkan ada beberapa tempat yang menjadi kedudukan raja setelah pindah ke Martapura seperti : Kayu Tangi, Karang Intan dan Sungai Mesa. Tetapi dalam beberapa perjanjian antara Sultan Banjar dan Belanda, penanda tanganan di Bumi Kencana. Begitu juga dalam surat menyurat di tujukan kepada Sultan di Bumi Kencana Martapura.
Jadi Bumi Keraton Kencana Martapura adalah pusat pemerintahan untuk melakukan aktivitas kerajaan secara formal sampai dihapuskannya kerajaan banjar oleh Belanda pada tanggal 11 Juni 1860.
Status kerajaan banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Keresidenan Afdeling dan Timur Borneo. Wilayah di bagi dalam 4 afdeling, salah satunya adalah afedling Martapura yang terbagi dalam 5 Distrik, yaitu Distrik Martapura, Riam Kanan, Riam Kiwa, Banua Ampat dan Margasari.
Selanjutnya terjadi perubahan dalam keorganisasian pemerintahan Hindia Belanda. Dibawah Afdelingterdapat Onderafdeling dan distrik.
Afdeling Martapura terdiri 3 onderafdeling, salah satunya adalah onderafdeling Martapura dengan distrik Martapura. Perubahan selanjutnya Martapura menjadi onderafdeling di bawah afdeling Banjarmasin.
Afdeling dipimpin oleh Controleur dan Kepala Distrik seorang Bumi Putera dengan Pangkat Kiai.
Setelah kedaulatan diserahkan oleh pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1949, ditetapkan daerah Otonomi Kabupaten Banjarmasin. Daerah otonom Kabupaten Banjarmasin meliputi 4 Kewedanaan.
DPRDS pada tanggal 27 Pebruari 1952, mengusulkan perubahan nama Kabupaten Banjarmasin menjadi Kabupaten Banjaryang disetujui dengan Undang-Undang Darurat 1953, kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.27 Tahun 1959.

Kamis, 09 September 2010

Isu Penggalian Tambang Gas Metan di Sungai Tabuk meresahkan Warga


Sungai Tabuk News,
Sebagian warga Desa Sungai Tabuk Keramat, Kecamatan Sungai, Kabupaten Banjar resah menyusul adanya isu akan didirikanya pengeboran tambang gas alam di wilayah mereka.Alhasil, sejumlah warga menyampaikan protes dan penolakannya jika di wilayah mereka yang terdiri area persawahan dijadikan lokasi pertambangan gas.
Ketua RT 2, Hamlan menuturkan, warganya banyak yang resah dan bakal menolak jika area persawahan di RT 3 bakal dijadikan lokasi pengeboran gas, sebagaimana isu yang terlanjur beredar. Mereka khawatir, sawah-sawah mereka akan menjadi rusak kalau pengeboran gas itu jadi dilakukan. Bahkan, mereka sepertinya ikut khawatir jika wilayah mereka terjadi bencana seperti lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jatim," bebernya. Ditambahkan warga lainnya, Jum'ar, memang isu yang berkembang di desanya bahwa lokasi yang sudah diberi patok-patok, beberapa puluh meter dari tepi Jl Lingkar Utara tersebut, bakal didirikan pengeboran gas. Kalau terjadi seperti banjir lumpur Lapindo bagaimana. Kami
tidak ingin sawah-sawah kami yang menjadi sandaran hidup justru ikut rusak kalau hal itu terjadi," ucapnya khawatir.
Sementara, Muhammad Khaidir membeberkan, beberapa waktu lalu ada sejumlah orang yang melakukan survei di lokasi tersebut. "Hanya saja, tim survei yang katanya berasal dari Unlam itu tidak menerangkan, apa maksudnya mereka melakukan survei, kemudian menyewa lahan milik sejumlah warga," cetusnya.
Sementara itu, Pembakal Sungai Tabuk Keramat, H. Supian menerangkan, 26 Mei 2010 lalu, sejumlah orang yang tidak begitu dikenalnya menyewa lahan milik Fachrudin sebanyak dua bidang, masing-masing seluas 6.625 meter persegi dan 9.275 meter persegi, milik Ainul Kamal seluas 3.314 meter persegi, Saiful Anwar seluas 5.418 meter persegi serta milik Hj Kursiah 4.328 meter persegi.
Berdasarkan berita acara yang ditandatangani Supian dan ketua RT 3, kemudian anggota tim P3SDA, Andi Adriansyah, Abdul Aziz (juru ukur) dan Marhat (asisten juru ukur), dilakukannya sewa lahan yang dikabarkan untuk disurvei. Namun, tim survei tidak menerangkan untuk apa survei tersebut.
Dari kabar yang saya terima dari warga, tim itu menyurvei kandungan di bawah sawah itu apakah ada kandungan gas alamnya ataukah tidak," ungkapnya.
H. Supian mengaku ada keresahan sebagian warganya, menyusul adanya isu kalau di atas lahan tersebut akan didirikan perangkat pengeboran gas. "Ya warga khawatir kalau©kalau wilayah desa terjadi musibah seperti lumpur Lapindo. Kalau saya sebagai pembakal, tentu mengikuti apa keinginan warga. Kalau memang warga keberatan, saya tidak setuju ada pengeboran gas di wilayah ini," tegasnya.

Rabu, 08 September 2010

Desa Paku Alam "Pahlawan Yang Terlupakan"

Alam Roh, Basis yang Dilupakan

Merah putih lusuh. Pinggirannya mulai sobek termakan usia, tidak mampu lagi berkibar. Bentangannya pun terhalang ranting pohon.

Denny Susanto

TIANG bendera dari kayu ulin dengan sambungan batang gaharu setinggi 8 meter masih berdiri tegak di antara belukar dan pohon-pohon rawa.

Merah Putih lusuh yang pinggirannya mulai sobek termakan usia tidak mampu lagi berkibar. Bentangannya terhalang oleh ranting-ranting pohon.

Oleh masyarakat, lokasi tiang di Desa Paku Alam, Kecamatan Sei Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tersebut diberi julukan Alam Roh, markas perjuangan dan pelarian gerilyawan.

Di sana untuk pertama kalinya di bumi Kalimantan, Sang Saka Merah Putih berkibar. Waktunya bersamaan dengan pendeklarasian kemerdekaan di Divisi IV Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Pertahanan Kalimantan. Sekitar 5.000 pejuang berkumpul dan mengikuti upacara pengibaran bendera waktu itu.

"Disebut alam roh karena wilayah itu dulunya basis pertahanan dan tempat makam para pejuang dari zaman penjajahan Belanda hingga perang kemerdekaan," tutur Haji Ismail, juru kunci Alam Roh.

Lelaki berusia 90 tahun itu termasuk salah seorang pelaku sejarah yang ikut merasakan pahit getirnya berjuang melawan penjajah.

Ribuan pejuang yang terbagi-bagi dalam kelompok perlawanan di bawah komando Hasan Basry (kini berstatus pahlawan nasional), Daeng Lajeda, Kapten Mulyono, dan Ibnu Hajar di pedalaman Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menjadikan Desa Paku Alam sebagai markas besar perjuangan.

Di kawasan hutan yang kemudian disebut Alam Roh itu, pejuang berbagai daerah bertemu, berkoordinasi, merencanakan penyerbuan, termasuk bersembunyi dari kejaran penjajah.

"Warga turut membantu perjuangan dengan menyediakan bahan makanan. Di sini juga sebagian warga membuat senjata rakitan," ucap Kai (kakek) Ismail bersemangat, sesekali terbatuk karena kondisi kesehatannya menurun.

Dengan segala keterbatasan, pejuang kemerdekaan yang hanya berbekal bambu runcing dan bedil rakitan menyerbu ke arah konvoi dan pertahanan Belanda di Benteng Tatas, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kini kawasan benteng sudah berubah menjadi Masjid Sabi-lal Muhtadin dan Korem 101/ Antasari.

Alam Roh dipercaya punya keterkaitan dengan sesuatu yang gaib. Kawasan hutan berjarak sekitar 6 kilometer dari tepian Sungai Martapura dan pasar terapung Lok Baintan ini kabarnya diberi pagar gaib di keempat sudutnya sehingga mata penjajah tidak dapat me-nembusnya. Hingga kini mitos tersebut masih dipercayai masyarakat.

Terbengkalai

Tidak seperti namanya yang sudah kesohor, kondisi Alam Roh sekarang justru memprihatinkan. Tidak ada perhatian pemerintah tertuju ke tempat yang mengabadikan jerih payah serta pengorbanan pejuang kemerdekaan.

Pemerintah daerah sekadar melengkapi kawasan itu dengan monumen proklamasi sederhana di bibir sungai. Adapun lokasi sesungguhnya di Alam Roh sama sekali tidak tersentuh penanda. "Seharusnya, monumen itu dibangun di Alam Roh sebagai bentuk penghargaan bagi pejuang," cetus Kai Ismail menumpahkan kekecewaannya.

Selain telah berubah menjadi hutan, lokasi di sekitar tiang bendera dipenuhi lubang galian warga setempat. Penggalian masih terkait dengan mitos bahwa ada harta karun berupa intan milik pejuang yang terkubur di areal itu.

Beberapa warga juga menerobos kawasan itu dengan maksud mengambil tiang bendera dari kayu gaharu yang kini harganya mahal.

"Pemerintah harus segera menyelamatkan kawasan bersejarah ini. Bila perlu, jadikan sebuah kawasan wisata dengan membangun monumen," kata Khaidir Rahman, Wakil Ketua Komunitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia.

Khaidir menambahkan, banyak pejabat daerah pun tidak mengetahui keberadaan dan sejarah kawasan itu. (N-4)denny susanto mediaindonesia.com