Rabu, 08 September 2010

Desa Paku Alam "Pahlawan Yang Terlupakan"

Alam Roh, Basis yang Dilupakan

Merah putih lusuh. Pinggirannya mulai sobek termakan usia, tidak mampu lagi berkibar. Bentangannya pun terhalang ranting pohon.

Denny Susanto

TIANG bendera dari kayu ulin dengan sambungan batang gaharu setinggi 8 meter masih berdiri tegak di antara belukar dan pohon-pohon rawa.

Merah Putih lusuh yang pinggirannya mulai sobek termakan usia tidak mampu lagi berkibar. Bentangannya terhalang oleh ranting-ranting pohon.

Oleh masyarakat, lokasi tiang di Desa Paku Alam, Kecamatan Sei Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tersebut diberi julukan Alam Roh, markas perjuangan dan pelarian gerilyawan.

Di sana untuk pertama kalinya di bumi Kalimantan, Sang Saka Merah Putih berkibar. Waktunya bersamaan dengan pendeklarasian kemerdekaan di Divisi IV Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Pertahanan Kalimantan. Sekitar 5.000 pejuang berkumpul dan mengikuti upacara pengibaran bendera waktu itu.

"Disebut alam roh karena wilayah itu dulunya basis pertahanan dan tempat makam para pejuang dari zaman penjajahan Belanda hingga perang kemerdekaan," tutur Haji Ismail, juru kunci Alam Roh.

Lelaki berusia 90 tahun itu termasuk salah seorang pelaku sejarah yang ikut merasakan pahit getirnya berjuang melawan penjajah.

Ribuan pejuang yang terbagi-bagi dalam kelompok perlawanan di bawah komando Hasan Basry (kini berstatus pahlawan nasional), Daeng Lajeda, Kapten Mulyono, dan Ibnu Hajar di pedalaman Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menjadikan Desa Paku Alam sebagai markas besar perjuangan.

Di kawasan hutan yang kemudian disebut Alam Roh itu, pejuang berbagai daerah bertemu, berkoordinasi, merencanakan penyerbuan, termasuk bersembunyi dari kejaran penjajah.

"Warga turut membantu perjuangan dengan menyediakan bahan makanan. Di sini juga sebagian warga membuat senjata rakitan," ucap Kai (kakek) Ismail bersemangat, sesekali terbatuk karena kondisi kesehatannya menurun.

Dengan segala keterbatasan, pejuang kemerdekaan yang hanya berbekal bambu runcing dan bedil rakitan menyerbu ke arah konvoi dan pertahanan Belanda di Benteng Tatas, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kini kawasan benteng sudah berubah menjadi Masjid Sabi-lal Muhtadin dan Korem 101/ Antasari.

Alam Roh dipercaya punya keterkaitan dengan sesuatu yang gaib. Kawasan hutan berjarak sekitar 6 kilometer dari tepian Sungai Martapura dan pasar terapung Lok Baintan ini kabarnya diberi pagar gaib di keempat sudutnya sehingga mata penjajah tidak dapat me-nembusnya. Hingga kini mitos tersebut masih dipercayai masyarakat.

Terbengkalai

Tidak seperti namanya yang sudah kesohor, kondisi Alam Roh sekarang justru memprihatinkan. Tidak ada perhatian pemerintah tertuju ke tempat yang mengabadikan jerih payah serta pengorbanan pejuang kemerdekaan.

Pemerintah daerah sekadar melengkapi kawasan itu dengan monumen proklamasi sederhana di bibir sungai. Adapun lokasi sesungguhnya di Alam Roh sama sekali tidak tersentuh penanda. "Seharusnya, monumen itu dibangun di Alam Roh sebagai bentuk penghargaan bagi pejuang," cetus Kai Ismail menumpahkan kekecewaannya.

Selain telah berubah menjadi hutan, lokasi di sekitar tiang bendera dipenuhi lubang galian warga setempat. Penggalian masih terkait dengan mitos bahwa ada harta karun berupa intan milik pejuang yang terkubur di areal itu.

Beberapa warga juga menerobos kawasan itu dengan maksud mengambil tiang bendera dari kayu gaharu yang kini harganya mahal.

"Pemerintah harus segera menyelamatkan kawasan bersejarah ini. Bila perlu, jadikan sebuah kawasan wisata dengan membangun monumen," kata Khaidir Rahman, Wakil Ketua Komunitas Jurnalis Pena Hijau Indonesia.

Khaidir menambahkan, banyak pejabat daerah pun tidak mengetahui keberadaan dan sejarah kawasan itu. (N-4)denny susanto mediaindonesia.com

4 komentar:

  1. Sungai Tabuk,masih banyak cerita yang belum trungkap..

    BalasHapus
  2. Aku juga prihatin..Kamis, 2 Januari 2014, pagi..atas petunjuk seorang Kawan di Sungai Pinang Lama..saya mengunjungi Alam Roh. Sudah ada tugu yang menandai..dengan simbol Angkatan Laut..banyak cerita saya dengar..dan mulai ada perhatian pada Alam Roh. Salam, Antun Joko Susmana

    BalasHapus